Satyan Sita

“Peperangan antara Sang Rama dan Sang Rahwana sudah tidak dapat dihindarkan. Banyak pasukan berguguran dari kedua belah pihak. Maha Patih dan Para Mantri dari Kerajaan Alengka pun telah gugur semua, di medan perang. Tampillah Sang Prabhu Rahwana sebagai pimpinan perang Kerajaan Alengka. Peperangan antara Sang Prabhu Rahwana dan Sang Rama berlangsung sangat dasyat dan akhirnya Sang Rahwana gugur ditangan Sri Rama.

 

Setelah Dewi Sita mengetahui bahwa Rahwana telah gugur ditangan Rama, Dewi Sita pun ingin segera bertemu dengan Sang Rama. Namun alangkah kecewanya Dewi Sita karena sikap Sang Rama sangat dingin, disebabkan karena Sang Rama meragukan kesucian Dewi Sita yang sudah cukup lama berada di Kerajaan Alengka.

 

Merasa kesuciannya diragukan, maka Dewi Sita memutuskan untuk menceburkan diri ke dalam Api Suci. Namun ternyata api itu tidak bisa membakar tubuh Dewi Sita, sebagai bukti bahwa Dewi Sita memang Suci. Di tengah kobaran api, muncullah Dewa Brahma dan bersabda kepada Rama bahwa Sita memang benar-benar suci. Barulah Sang Rama merasa yakin dan menerima kembali Dewi Sita sebagai istrinya.”

Wayang Wong Tejakula

Seni pertunjukkan Wayang Wong di desa Tejakula juga berdasar dari karya sastra yang mengandung ajaran-ajaran kehidupan yaitu Ramayana (epic of Ramayana). Bermula dari tahun 2011 Kami memulai membuat proyek untuk mementaskan dan mendokumentasikan kesenian Wayang Wong Tejakula ini. Seiring dengan berjalannya waktu untuk mempresentasikan keindahan seni dalam Wayang Wong Tejakula ini kami membuat beberapa bentuk diantaranya pementasan seni, seni fotografi, buku dan film. Selain dari seni pementasan karya-karya seni foto dapat dipamerkan dibeberapa tempat seperti galeri, restaurant, museum, dll.

Pada tahun 2016 Wayang Wong di desa Tejakula mendapatkan penghargaan sebagai salah satu kekayaan budaya dunia dari UNESCO. Seni pertunjukkan ini menggunakan topeng yang mewakili setiap karakter yang terdapat dalam Ramayana. Seni pentas topeng wayang wong desa tejakula ini pada awalnya hanya dipentaskan dalam upacara keagamaan di dalam pura, dimana menggunakan topeng yang disakralkan. Dan topeng-topeng ini hanya boleh dipentaskan didalam pura saja, sedangkan untuk pentas diluar pura dibuatkan duplikat topengnya. Drama tari wayang wong ini diperkirakan sudah ada 3 abad yang lalu.

Pada tanggal 22 April 2017 diadakan seni pentas, seni fotografi, film dan buku, untuk ini tempat dan lokasi sudah ditempatkan yaitu di Rumah Topeng dan Wayang Setiadarma, Br.Tegal Bingin, Mas, Bali. Pihak pihak yang terlibat dalam acara ini adalah Yayasan Tejakukus (yayasan yang menaungi semua kegiatan seni di desa tejakula), Akar Media Indonesia, Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma, Republic of Imagination. Fotografer yang terlibat dalam acara ini Doddy Obenk, Tjandra Hutama Kurniawan, Stefanus Bayu dan Kass Sudrajat, sedangkan untuk film documenter dibuat oleh Jelena Vuksanovic.

Penari dan penabuh Wayang Wong Tejakula

Dipimpin oleh bpk Putu Tirta Nggis sebagai koregrafer drama tari dan bpk Gede Komang sebagai ketua Yayasan Tejakukus, membawakan drama tari dengan judul Satyan Sita.

Fotografer

Doddy Obenk menampilkan karya baik dengan olah digital yang dibantu oleh Arzelita Linando sebagai artis digital dan karya yang masih menggunakan peralatan Analog dan dicetak dengan bahan kimia. Konsep yang dibawa menunjukkan setiap drama tari wayang wong dari cerita ramayana dalam sebuah bingkai. Karya lainnya merupakan dokumentasi dan portrait yang diberikan sentuhan keindahan.

Tjandra Hutama Kurniawan memiliki konsep foto yang digabungkan dengan kutipan sloka-sloka. Dalam foto yang berjudul Epic of Ramayana_05 memiliki konsep yang menampilkan penokohan dalam cerita Ramayana yaitu Hanoman & Sita, menyatu dalam sebuah frame multidimensi. Komposisi & blending visual wayang wong, siluet wayang kulit, serta kutipan sloka2 Sarasamuccaya didalamnya berbaur saling menguatkan. Oleh karena tidak ada yang lebih mulia daripada jiwa, hanya jiwalah yang harus dimuliakan di dunia, maka orang hendaklah mengasihi makhluk lain sebagaimana ia mengasihi dirinya sendiri. Demikianlah hendaknya kasih sayang kita pada orang lain ( Sarasamusccaya, Sloka 146 )

Stefanus Bayu memiliki konsep tema “Klasik” sebuah kata yg bisa mewakili karya foto yg ingin saya buat, sendra tari Wayang Wong Tejakula adalah karya tari klasik Bali, begitu juga proses analog beserta proses nya (cuci negatif, cetak kamar gelap) yg terbilang klasik di seni fotografi. Semoga dengan karya ini kita bisa mengenal dan menikmati dua hal yg sama-sama klasik.

Kass Sudrajat menapilkan karya dokumentasi terhadap tokoh khusus yang dipilihnya, dan karyanya mampu menunujukkan kepribadian dan jiwa dari seniman tari tersebut. Karya foto ini juga dibuat dengan menggunakan proses analog.

Videografer

Jelena Vuksanovic menampilkan sebuah karya documenter dari Wayang Wong Tejakula ini baik dari kehidupan para penari sampai pentas Wayang Wong sakral di pura.